Selasa, 25 Oktober 2016

Pengelolaan Haji, Revolusi, dan Warisan Kantoor voor Inlandsche Zaken



 Oleh: Erie Sudewo (Pendiri Dompet Duafa)



Semburat Shubuh masih tersisa saat saya tiba di Bandara Sukarno-Hatta, Sabtu 22 Okt’16. Sambil sarapan potongan pepaya, semangka, dan melon, pagi-pagi saya sudah diskusi hangat.
 

“Negeri ini tak dibantu warganya”, kata Asrul Azis Taba. Dahi saya berkerut. Butuh penjelasan lebih. Bicara seputar haji, mengapa kesimpulannya mengerikan banget. Otak saya yang selalu korsleting langsung kesetrum.

Nah soal jadi tambah horor. Pertama, bank penampung pasti rebutan. Kedua sebagai imbal jasa penunjukan bank, mungkinkah ada fee?
 
Ketiga, pasti ada bagi hasil, apalagi bunga. Lantas siapa pemilik dan pemanfaatnya. Keempat jangankan perorangan, pemerintah pun tak berhak gunakan dana haji. Ingat, dana itu milik jamaah, baik yang sudah maupun belum berhaji. Pinjam ucapan Ahok: “Emang duit nenek elooo”.

 

Kelima. fee atau pemanfaatan tanpa izin, halal atau haram? Keenam biayai rombongan pejabat dan anggota dewan, pakai dana apa? Jika APBN, soalnya hanya tak thayib. Andai pakai dana haji masyarakat, halal atau haram?

Ketujuh bank pun bisnis talangi dana. Yang belum mampu, mengapa ngotot berjaji. Makin kisruh. Kedelepan ketika calhaj wafat sebelum berangkat, mudahkah urus hak waris. Kesembilan, saat tak ada ahli waris, sudah adakah kebijakannya. Kesepuluh apakah soal ini cukup berhenti dan beres di Departemen Agama. Akhirat?
 
Kesebelas anggota DPR selalu ingin turunkan ONH. Niat DPR, bantu jamaah atau? ONH bisa diturunkan. Namun siapa bisa cegah kenaikan biaya transport, pesawat, bus, penginapan, dan konsumsi. Saat biaya haji di atas ONH, siapa tanggung kekurangannya?


Lalu kedua belas, mengurus haji begini, mabruk atawa mardud? Ketigabelas, prestasi penyelenggaraan haji tiap tahun, cuma diukur jadwal berangkat dan pulang on time. Di samping penginapan dan konsumsi aman. Proses yang lain tak jadi tolok ukur.
 
Tanpa lembaga khusus yang profesional, haji bakal makin akut. Kuota 200-an ribu haji, jelas akumulasi jutaan masalah. Undang-undangnya sudah ada. Mengapa belum dibuat lembaga khusus? Karena tak ada klausul sanksi jika belum dibuat.

 
Memang sual umroh dan haji itu ibadah. Soalnya di kita makin hari makin rumit, kata orang yang sudah urus haji puluhan tahun ini. Di zaman kolonial, jamaah haji jelas persoalan. Bukan hanya karena lain keyakinan. Sebab sepulang haji, selalu terjadi gerakan protes. Bahkan terjadi pula pemberontakan.

 
Saya jadi ingat disertasi Politik Islam Hindia Belanda, terbitan LP3ES. Bukan tanpa maksud Aqib Suminto, sang penulis berkisah Snouck Hurgronje. Melalui Kantoor voor Inlandsche Zaken yang dipimpinnya, Snouck memantau siapapun yang baru pulang haji. Hasil pantuan, itulah rekomendasi pada pemerintah Hindia Belanda.

 
Kantor Snouck ini telah diwariskan. Sekarang namanya Departemen Agama. Apakah soal haji yang tak kunjung usai, juga warisan Snouck dan Kantoor voor Inlandsche Zaken?

 
Asrul kemudian melanjutkan omongannya. “Harus berani stop pendaftaran haji. Revolusi”, ujar Asrul yang pernah menjabat sebagai Ketua Ampuh ini. Saya jelas terkaget-kaget. Apa soal sesungguhnya.


Banyak masalah di haji, katanya. Pertama, daftar sekarang lalu ada yang tunggu hingga 25 tahun. Kedua, nama-nama itu siapa bisa jamin tak ditukar-tukar. Jadi bahan permainan. Ketiga, akurasi datanya, entah. Keempat, jika ada yang wafat, solusinya? Kelima ini yang jadi soal utama. Pendaftaran langsung setor ONH.


Saya jadi ingat waktu haji dulu. Ustadz selalu saja bilang: “Sabar. Sabaaar. Bawa bekal sabar yang banyaaak”. Sebagian jamaah memang sabar. Tapi bagi penyelenggara, apa bisa diam dan tentram dalam kemelut akumulasi soal haji?

 

Sambil jabat lengan perpisahan dengan saya, Asrul berkata ada pejabat Depag bilang begini: “Saya ingin serahkan soal haji ini. Saya ingin berhenti”.
 
Dari belakang saya pandangi bahu lelaki yang usianya sudah 67 tahun. Masih gagah dan berjalan pun tetap mantap. Saya yang ditinggal, termenung di tengah keramaian bandara. Siapa yang sungguh-sungguh ingin selesaikan soal haji?

 
Saya ngeri bayangkan. “Orang yang diurus, hajinya mabrur. Kita tak berharap pengurus haji malah mardud”. Astaghfirullah...(republika.co.id)

Tidak ada komentar: