Sukses jualan hijab online, bagi
Naftah Meindani (21) tidak lantas dilalui dengan jalan mulus. Meski kini,
sepekan, jika pesanan sedang sepi, perempuan belia ini bisa mengantongi 30
juta. Bisa dibilang mengantongi hasil puluhan juta itu lantaran profesinya itu
memang tiada matinya dan digemari kaum hawa.
Saat NU Online berkunjung di
kediamannya desa Sukodono RT 06 RW 04 kecamatan Tahunan, Jepara, Jumat (18/11)
lalu, ia banyak bercerita tentang pengalaman manis pahitnya memulai usahanya
itu.
Usai lulus dari sekolah kejuruan
pada 2013 silam di Jepara, Naftah pernah menjadi buruh di dua tempat. Pertama
di gudang advertising dan perusahaan furniture.
Dua tahun bekerja menjadi buruh,
pemilik usaha Naftah Hijab itu berinisiatif kulakan hijab dari pasar. Waktu
itu, ia menyisakan 100.000 uang beli hijab dengan harga satuannya 20.000.
Sehingga dapat empat potong.
Dipakailah kerudung-kerudung itu
kemudian diupload di media sosial, ternyata banyak yang tertarik. Dari situ,
sekira akhir September 2015 lalu dagangannya mulai laris-manis. Salah satunya
didukung oleh para reseller atau pembeli grosir produknya.
Saat lagi ramai-ramainya dagangan online-nya
itu, tiba-tiba lulusan SMK jurusan pemasaran itu mendapat musibah terkena tipu
salah satu pelanggannya.
Ditipu pelanggan
Karena tidak teliti mengecek
transferan uang 6 juta ternyata memang belum dibayar. Singkat cerita, sepekan
kemudian hijab dikembalikan oleh ibu pengajian. Kebetulan si ibu melihat nama
pengirim barang tersebut dan berinisiatif mengembalikan hijab tersebut.
Barang-barang yang sudah
dikembalikan, kata putri pertama pasangan Juremi-Asiyah itu tidak dalam keadaan
utuh. Banyak yang acak-acakan. Ada yang sudah dipakai oleh pemesannya maupun
jumlahnya juga berkurang.
Jika ditaksir dirinya masih
mengalami kerugian sebesar 3 juta. Ternyata usut punya usut salah satu
pelanggannya di luar Jawa itu juga mempunyai tunggakan pembayaran kos. Saat
barang itu ditemukan pelanggan hijab sudah kabur dan tidak kembali lagi.
Setelah mengalami musibah perempuan
yang lahir di Jepara 30 Mei 1995 itu mengalami kebingungan untuk berhenti atau
meneruskan jualan onlinenya.
Alhasil, dia terus meneruskan jualannya. Tidak lain karena dorongan
dan motivasi dari ibu “angkat” yang senantiasa memberikan masukan.
Kepada saya, dia sedikit membeberkan
sosok yang sampai saat ini masih ia temui. Menurutnya, meski orang yang
berstatus sebagai ibu “angkat” hanya sekali memberikan modal sebesar 1 juta
tetapi ilmu yang didapatkan, tegasnya sangat luar biasa. Sebab, ibu itu
terbilang sukses di bidang furniture, kayu, kos serta obat nyamuk.
Kini, penyuka fotografi itu sudah
mulai menuai hasil dari jerih payahnya. Jualan hijab yang hanya melalui bantuan
instagram saja dia mengaku sudah kewalahan. Instagram dengan 4659 followers itu
sudah dikendalikan oleh 2 admin yang dipercayainya.
Pelanggannya selain sudah merambah
se-Nusantara juga sudah merambah ke berbagai negara di luar negeri. Di
antaranya, Hongkong, Malaysia, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.
“Jumlah pelanggannya, saya tidak
bisa menghitungnya, mas,” katanya saat ditanya jumlah pelanggannya.
Intinya, membeli lebih dari 5 potong
harga sudah berbeda. Dari situ, para reseller atau pembeli grosir dalam sepekan
laku 800-3000 potong. Hebatnya, saat puasa dan lebaran 1 orang bisa ambil 1700
potong per orang.
Omzet habis lebaran, akunya bisa
mencapai 100 juta. Dirinya mengaku, ramainya jualan itu, baru mulai Maret
kemarin. Ditanya, kenapa usahanya sukses? Ia menjawab harga dagangannya lumayan
gede jika disanding dengan yang lain.
Naftah hanya mengambil untung mulai
5000. Sehingga ia yang mengawali dagangannya dengan menjual Serut Jokowi tidak
akan pernah lupa dengan kenangannya itu.
Beragam hijab yang lain Ayu Ting
Ting, Pasmina Instan, Asafah, Najma, Khimar, Jilbab Syar’i serta jilbab custom
ada semua di Naftah Hijab.
Karena sudah kewalahan dia dibantu
12 pekerja lepas untuk melayani para pelanggan. Belasan pekerja itu merupakan
tetangga dan saudaranya. Juga dibantu tim inti sebanyak 5 orang.
“Setiap 1 kerudung pekerja dapat
2000-8000 rupiah. Tergantung tingkat kesulitan membuatnya,” lanjutnya.
Dulu, di awal merintis usaha setelah
membeli kain dari Jepara lalu dibawa ke perajin di Kecamatan Kalinyamatan untuk
dibuat sesuai pesanan. Kini, setelah membeli kain langsung dikerjakan oleh para
pekerja lepasnya.
Dalam sepekan lanjutnya dibagi
menjadi 2 sub. Rabu-Jumat untuk distributor. Sabtu-Selasa melayani reseller.
“Karena barang tidak selalu ready, misal Jumat order, Selasa
barang baru dikirim,” jelasnya.
Daftarkan haji orang tua
Hasil jerih parahnya 3 tahunan ini
sudah bisa untuk membeli kebutuhan sehari-harinya. Untuk kebutuhan yang lain
omzet yang ia dapat bisa untuk membeli handphone, mobil, menabung serta
mendaftarkan haji kedua orang tuanya.
“Sudah saya daftarkan haji mas orang
tua saya,” imbuhnya tanpa membeberkan kapan mendaftarkan dan rencananya
berangkatnya.
Meski terbilang sudah laris,
perempuan yang memiliki toko online bernama Naftah yang berarti pembuka itu
punya keinginan dagangannya semakin laris. Juga ada keinginan untuk merambah
kepada fashion yang lain.
Cita-cita yang belum terwujud ialah
mempunyai icon tersendiri seperti Dian Pelangi yang mampu membikin
produk yang susah ditiru orang lain karena sebagai bocoran benangnya saja
memproduksi sendiri.
Jika ingin sukses dalam berbisnis, pesan
dia harus tetap berbagi kepada orang lain. “Dan ndak usah ragu untuk memulai
bisnis,” pesannya.
Berikutnya, sedekah juga penting,
paparnya. Jika suatu saat, bisnisnya mengalami musibah, sebut dia bisa saja
kurang sedekah kepada orang lain. “Banyak-banyak sedekah dan ikhlas ketika
dapat musibah juga penting, mas untuk melancarkan usaha kita,” ungkapnya.
Di samping itu, dalam usaha harus
terus-menerus melakukan inovasi agar pelanggan tidak bosan. Dengan jualan hijab
Naftah meyakini merupakan seruan “jihad” bagi kaum hawa untuk berjilbab.(nu.or.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar