Ketua Lembaga Bahtsul Masail PWNU
Lampung KH Munawir mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang
kedudukan mahrom bagi perempuan yang melaksanakan ibadab haji.
Menurut Imam Syafi'i, perempuan
boleh melakukan perjalanan jauh apabila bersama dengan perempuan muslimah,
merdeka dan dapat di percaya. "Sedangkan menurut Wabah Zuhaili dalam
Fiqhul Islam, perempuan boleh menunaikan ibadah haji sendirian, kalau dalam
keadaan aman, tidak menimbulkan fitnah dan dapat menjaga dirinya,"
tambahnya
Sementara Imam Abu Hanifah
menegaskan perempuan tidak boleh bepergian lebih dari tiga hari kecuali ada
suami atau mahrom bersamanya.
Maka dari kedua pendapat ini,
lanjutnya, dapat disimpulkan bahwa keberadaan mahrom bukan merupakan sarat
mutlak, melainkan sarat yang di perlukan dalam perjalanan yang tidak terjamin
keamanannya, baik dari kejahatan maupun fitnah lainnya.
Sedangkan untuk masalah perempuan
saat idah berhaji lanjut Ketua Komisi Fatwa MUI Provinsi Lampung ini,
berdasarkan dalil syara' secara tegas melarang perempuan yang dalam masa idah
untuk keluar rumah.
"N amun sebagian ulama salaf
ada yang memperbolehkan juga perempuan yang dalam masa idah menunaikan ibadah
haji, hal ini berdasarkan hadis Nabi yang menjelaskan bahwa 'Aisyah RA dan Umi
Kalsum berangkat ke Mekah untuk melaksanakan umroh," terangnya.
Walaupun perempuan yang masih dalam
masa idah diperbolehkan untuk menjalankan ibadah haji dan umroh tetapi
perempuan tersebut diwajibkan untuk ihdad atau melaksanakan aturan-aturan di
masa idah seperti tidak boleh berhias dan lain lain.
Beberapa hal terkait Fiqh ini
menjadi salah satu bahasan pada Mudzakarah Nasional Perhajian Indonesia tahun
2017 yang ia ikuti. Kegiatan yang bertemakan "Masail Waqiyah dan Fiqh Haji
Wanita" ini dibuka oleh Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin di
Jakarta Jumat (28/4) lalu di Jakarta dan berlangsung selama 3 hari dari 28
sampai dengan 30 April 2017. (nu.or.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar