Dibanding tahun sebelemnya, jumlah jemaah haji
Indonesia yang wafat di Tanah Suci memang menurun, namun angkanya masih tinggi.
Pada musim haji tahun 2015, jemaah yang wafat 630 orang, sedang tahun ini 280
orang.
“Jemaah yang wafat tahun ini hampir satu kloter.
Mayoritas wafat setelah puncak haji. Artinya, masih banyak jemaah yang
mengabaikan kesehatan," kata Kepala Pusat Kesehatan Haji Sethen Kemenkes
dr H Muchtaruddin Mansyur MS SPok PhD di hadapan peserta Muktamar Forum
Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (FK-KBIH) di Asrama Haji Pondok Gede
Jakarta, Sabtu (05/11/2016).
Muchtaruddin mengakui, sampai musim haji tahun
ini mayoritas jemaah Indonesia berisiko tinggi (Risti) terkait masalah
kesehatan. Ada 104.000 orang yang ditandai dengan risti gelang merah. Mereja
mayoritas juga perempuan. Lainnya yang risti ditandai dengan hijau
(karena faktor usia) dan gelang kuninf (usia kurang dari 60 tahun).
Karena itu, begitu sampai embarkasi haji saja
langsung banyak yang masuk ke klinik yang jumlahnya mencapai 14.901 dan 900 di
antaranya dirujuk ke rumah sakit. Selanjutnya ada 156 yang gagal berangkat.
Sedang selama di Tanah Suci, ada 348.000 orang
yang periksa kesehatan. Ini dua kali lipat dari jumlah jemaah Indonesia.
Artinya, rata-rata tiap jemaah dua kali lebih ke klinik. "Jemaah haji
musim kemarin, masih ada 8 orang yang sampai saat ini masih di ICU rumah sakit
Arab. Padahal biaya tiap kamar ICU sekitar Rp 2 juta perhari. Kami dari
Kemenkes juga masih mengirim tenaga ke sana untuk mengurusi setiap pagi dan
sore" jelas Muchtaruddin.
Terkait hal itu, ia berharap masalah kesehatan
harus dipersiapkan sejak dini. Kalau sampai menjelang berangkat haji
kesehatannya tidak memungkinkan, lebih baik mengundurkan diri dari pada di
Tanah Suci mengganggu atau malah merepotjan jemaah lain. (krjogja.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar