Pemerintah akan segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) menjadi peraturan pemerintah tentang penyelengaran haji dalam waktu dekat. Presiden berharap agar Kementerian Agama dapat segera menyelesaikan pembahasan RPP yang merujuk pada UU No. 13/2008 tentang Penyelenggaraan Haji itu sesegera mungkin. Hal itu terungkap ketika Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono membuka Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Kepresidenan, Jln. Veteran, Jakarta Pusat, Kamis (28/6).
Menurut presiden, PP itu ditujukan untuk menjamin penyelenggaran
haji yang semakin baik. Apalagi, banyak perubahan yang terjadi
menyangkut kondisi perihal penyelenggaran haji. Pada kesempatan itu,
presiden juga menyoroti masalah pemodokan jamaah haji karena hal ini
sangat yang berkaitan langsung dengan kelancaran ibadah.
“Di tanah suci, terjadi banyak perubahan signifikan. Kalau tidak cepat mengantisipasi, bisa-bisa tidak beruntung,” katanya.
Ditemui seusai sidang, Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan bahwa pihaknya baru mempresentasikan RPP di hadapan presiden agar dapat disetujui. Beberapa poin penting yang terkandung dalam RPP
itu adalah pengaturan tentang penyelenggaraan ibadah haji regular,
penyelenggaraan ibadah haji khusus, penyelenggaraan umroh, badan
pengelola dana abadi umat, dan yang berkaitan dengan setoran awal dan
pelunasan. “Jadi peraturan ini memang betul-betul sangat teknis,”
ujarnya.
Suryadharma memperkirakan pemberangkatan pertama jemaah haji pada
musim ini akan dilakukan pada 21 September mendatang sehingga pembahasan
RPP perlu dipercepat. Dalam pembahasan dengan
presiden, persoalan haji nonkuota masih menjadi sandungan. Pemerintah,
kata dia, masih mencari cara agar tidak terjadi praktek haji nonkuota
yang banyak merugikan jemaah haji.
“Nah kalau terjadi penipuan begitu kemudian yang dianggap lalai
menteri agamanya, padahal mereka bukan haji yang dikelola kementerian
agama. Itu yang biasa kita sebut haji nonkuota. Sebetulnya ya haji
ilegal lah, pelaksanaannya ya bukan ibadah hajinya,” ujarnya.
Yang dimaksud dengan haji nonkuota itu adalah haji yang tidak
diberangkatkan melalui jalur reguler oleh pemerintah maupun jalur khusus
yang ditangani perusahaan swasta yang mendapat izin dari Kementerian
Agama. Para jemaah haji yang menjadi korban itu kerap dibohongi dengan
alasan mengenal pejabat di Kemenag. Namun, ternyata mereka tidak jadi
diberangkatkan. (PR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar