
Keresahan calon jamaah haji dan umrah Indonesia terkait kabar adanya enzim porcine babi dalam vaksin meningitis tampakanya bakal segera terobati. Sebab, vaksin meningitis yang digunakan imunisasi itu diambil dari pabrik yang sama dengan yang digunakan oleh Malaysia, yakni PT Glaxo Smith Klin asal Belgia dan sudah dinyatakan halal.
“Meski demikian, kita harus melakukan penelitian lebih jauh terhadap vaksin itu, agar jelas halal atau haramnya,” demikian ditegaskan Sekretaris Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Abdul Ghafur Djawahir di Kantor Depag, Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa (12/5).
Abdul Ghafur menjelaskan, laporan yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI Sematera Selatan itu tidak dapat dijadikan landasan untuk menyatakan vaksin meningitis itu halal atau haram. Karena menurutnya, laporan itu tidak didasarkan pada prosedur penelitian yang baik dan tidak diuji di laboratorium.
“Beberapa waktu lalu kita sudah mengadakan pertemuan dengan MUI dan BPOM. Di situ diketahu bahwa MUI Palembang tidak menggunakan uji laboratorium tapi menggunakan literatur, yakni makalah dari seseorang pada tahun 2007,” terangnya.
Temuan yang dilansir oleh LP POM MUI Sumsel yang tidak didukung oleh penelitian yang mendalam dari laboratorium itu, kata Ghafur, menyebabkan keresahan di masyarakat, khususnya calon jamaah haji Indonesia.
“Tiba-tiba berita itu sudah keluar di koran-koran. Makanya, dulu pak Menteri menyayangkan laporan itu, karena membuat masyarakat resah,” jelasnya.
Karena masyarakat sudah sedemikan resahnya dengan kabar itu, imbuh Ghafur, Depag segera melakukan pertemuan lanjutan dengan pihak MUI Pusat, Badan POM dan Departemen Kesehatan untuk melakukan uji laboratorium agar jelas apakah vaksin meningitis itu halal atau haram.
“Kita akan melakukan pertemuan kembali dengan LPPOM MUI, apakah langsung datang ke pabrik itu untuk melihat sejauh mana kehalalan atau haramnya vaksin itu,” tukasnya.
Abdul Ghafur menambahkan, secara prosedural memang yang dapat mengeluarkan halal atau haramnya suatu barang itu adalah MUI. Sementara MUI tidak dapat secara langsung untuk menyatakan vaksin meningitis itu halal atau haram sebelum melakukan penelitian di laboratorium.
“MUI secara prosedur tidak bisa ujug-ujug menyatakan halal atau haram. Prosedur MUI belum bisa menyatakan halal vaksin itu sebelum diuji di laboratorium, meski vaksin itu sama seperti yang dibeli oleh Malaysia,” tandasnya.
Karena itu, dirinya berharap agar MUI segera melakukan penelitian, dengan dibantu oleh Depag, BPOM dan Depkes untuk memberikan ketenangan kepada masyarakat.
“Dulu MUI menyatakan boleh menggunakan vaksin itu karena unsur darurat. Tapi, darurat jangan terlalu lama biar masyarakat tidak resah,” jelasnya.
“Tapi secara prinsip, vaksin meningitis itu sama dengan yang dibeli oleh Malaysia, yang sudah dinyatakan halal. Meski demikian, kita harus melakukan penelitian mendalam untuk mengetahui secara pasti halal dan tidaknya vaksin itu,” pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan (P2PL) Depkes menyatakan, Depkes berencana untuk membicarakan temuan LPPOM MUI Sumsel itu dengan MUI Pusat dalam waktu dekat.
Bahkan, pihaknya sudah siap untuk melakukan uji laboratorium terhadap vaksin keluaran PT Glaxo Smith Klin itu jika ada permintaan dari berbagai pihak. “Jika memang ada permintaan pengujian boleh-boleh saja diuji di BPOM. Kita tinggal meminta saja,” terangnya.
Menurutnya, pemberlakuan pemberian vaksin meningitis memang harus dijalani siap pun yang masuk ke Arab Saudi. “Ini adalah peraturan yang ditetapkan Arab Saudi. Mau tidak mau kalau ingin mengunjungi Arab Saudi harus divaksin dulu,” terangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar