Sabtu, 23 Januari 2016

BPIH 2016 Terganjal Evaluasi Kemenag yang Belum Selesai

Add to Google Reader or Homepage
DPR mendesak Kementerian Agama (Kemenag) menyelesaikan evaluasi penggunaan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) tahun lalu karena BPIH 2016 harus segera dibahas. 

Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, sejauh ini Kemenag hanya melaporkan evaluasi penyelenggaraan ibadah haji secara kualitatif. DPR belum mendapat laporan total anggaran yang dipakai Kemenag dalam penyelenggaraan haji 2015. Kalau mau membahas BPIH 2016 tentu perlu berkaca pada evaluasi tahun sebelumnya. 

Selain soal pemanfaatan BPIH, Komisi VIII juga mendesak Kemenag untuk memastikan jumlah kuota haji pada tahun 2016. “Secara logis, pembahasan BPIH tentu sangat terkait dengan jumlah kuota. Faktanya, sampai hari ini Kemenag belum mendapatkan informasi formal terkait jumlah kuota haji tahun 2016,” katanya dalam rapat kerja dengan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Syaifuddin di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. 

Politikus asal PAN itu menandaskan, kejelasan perolehan kuota haji itu sangat penting dalam pembahasan BPIH karena terkait dengan berapa jumlah pemondokan, katering, dan transportasi yang dibutuhkan jamaah haji Indonesia selama di Tanah Suci. Tanpa kuota yang jelas, pembahasan BPIH akan didasarkan pada asumsi-asumsi umum. Dalam rapat kerja ini juga muncul isu mengenai pembagian kuota. 

Ada usulan dari Komisi VIII agar Kemenag mempunyai mekanisme, apabila ada kasus calon jamaah meninggal sebelum berangkat, kuota bisa diberikan kepada keluarganya yang sudah mendaftar dan memiliki nomor porsi. Selain itu, Komisi VIII juga meminta Kemenag bisa memperbaiki sistem rekrutmen petugas haji. Sebab selama ini ditemukan banyak petugas haji yang tidak bertugas secara benar. 

DPR mengusulkan supaya Kemenag mempertimbangkan menambah kuota petugas dari TNI/Polri mengingat area kerja yang semakin sulit seiring dengan pertambahan jumlah jamaah haji. Mengenai perlindungan jamaah haji, DPR mendesak Kemenag segera mengurus seluruh hak-hak jamaah haji yang wafat di Saudi. 

Termasuk pembayaran asuransi reguler yang dikelola pemerintah dan juga janji santunan yang dijanjikan Pemerintah Arab Saudi bagi korban insiden crane di Masjidilharam. Menag Lukman Hakim Syaifuddin mengatakan, pemberian asuransi reguler sudah hampir rampung. Adapun mengenai santunan, Kemenag sudah menyampaikan data jamaah yang menjadi korban crane sesuai dengan yang diminta pemerintah Arab Saudi. “Sayangnya, kapan santunan itu direalisasi belum ada jawaban dari Pemerintah Saudi,” tandasnya. 

Kader PPP ini belum bisa memastikan jumlah kuota yang akan didapatkan Indonesia pada 2016 karena harus menunggu penandatanganan nota kesepahaman antara Kemenag dan Kementerian Haji Arab Saudi. Lukman berasumsi bahwa jumlah kuota haji tahun ini akan sama seperti tahun lalu dengan kuota 168.800 jamaah. 

Walaupun pada tahun 2015 yang lalu ada janji dari Raja Salman untuk memberikan tambahan kuota haji sebesar 10.000, dia berasumsi itu masih sulit diwujudkan. Sebab berdasarkan pernyataan pemerintah Saudi di media resmi, renovasi Masjidilharam belum selesai. “Dengan demikian, kuota jamaah haji belum dapat kembali normal. Jumlah tersebut masih ada pemotongan 20% di luar penambahan kuota haji dari Raja Salman,” katanya. 

Rencananya nota kesepahaman akan ditandatangani pada 6 Maret mendatang. Dengan demikian angka kuota pasti baru dapat ditentukan saat itu dan sesuai dengan surat resmi dari Arab Saudi. Soal janji santunan terhadap korban crane dari Pemerintah Arab Saudi, Lukman berjanji akan terus mem-follow up sampai santunan tersebut benar-benar direalisasi. Kemenag masih memproses santunan tersebut. 

“Pemerintah Indonesia, melalui Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Jeddah telah melengkapi data/berkas nama-nama korban yang dibutuhkan pemerintah Arab Saudi dalam pencairan bantuannya,” sebut dia. Tercatat ada 12 jamaah haji Indonesia yang wafat dan lebih dari 45 jamaah lainnya luka-luka. 

Pemerintah Arab Saudi menjanjikan santunan sebesar 1 juta riyal untuk keluarga korban yang wafat dan korban luka yang menyebabkan cacat fisik atau luka berat, serta 500.000 riyal untuk korban luka lainnya. Konjen RI dan Teknis Urusan Haji (TUH) di Jeddah akan terus memonitor dan berkomunikasi dengan Pemerintah Arab Saudi dan sejauh ini Pemerintah Indonesia sudah memenuhi semua permintaan Pemerintah Arab Saudi. 

Menurut dia, bukan Indonesia saja yang belum mendapatkan santunan, negara-negara lain yang jamaahnya menjadi korban crane pun belum dicairkan. Sedangkan terkait usulan DPR tentang pemberian kuota haji calon jamaah yang meninggal kepada keluarganya, Kemenag sedang melakukan kajian agar status keluarga yang akan menggantikan menjadi jelas.(Sindo/Foto: DPR.go.id)

Tidak ada komentar: