Kamis, 22 Oktober 2015

Pemerintah tak Berniat Persulit Warga yang Ingin Berhaji Lagi

Add to Google Reader or Homepage
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) mengaku tidak mempermasalahkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta agar warga negara Indonesia yang ingin berhaji lebih dari satu kali untuk tidak dipersulit persyaratannya. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan sejak awal Kemenag memang tidak memiliki niat untuk mempersulit warga negara yang ingin berhaji lebih dari satu kali. 

"Jadi apa yang menjadi keputusan MK atau disampaikan MK sama sekali tidak akan memengaruhi kebijakan yang akan dibuat oleh Kementerian Agama. Karena peraturan yang akan kami buat sama sekali tidak dimaksudkan untuk menyulitkan atau membatasi," ujar Lukman saat ditemui di kantor kementerian Agama Jakarta, Rabu (21/10) 

Ia menjelaskan, peraturan yang akan dibuat oleh Kemenag untuk memprioritaskan pemberangkatan bagi calon jamaah yang belum pernah berhaji sama sekali. Jadi peraturan ini bukan dimaksudkan untuk pembatasan atau restriksi bagi yang sudah pernah berhaji. Melainkan agar terbentuknya sebuah regulasi. Isi regulasi tersebut ialah memprioritaskan calon jamaah yang belum pernah berhaji sama sekali. 

"Yang akan sedang kita lakukan dengan membuat peraturan baru itu adalah mengatur. Jadi kita melakukan regulasi bukan restriksi," katanya. 

Ia melanjutkan, untuk warga negara yang sudah pernah berhaji mereka boleh menunaikan ibadah haji kembali jika memang kuota yang tersedia memungkinkan untuk digunakan. Menurutnya, esensi dari putusan MK yakni menegakan keadilan. Untuk itu, demi menegakan keadilan maka Kemenag akan membuat peraturan yang isinya memprioritaskan pemberangkatan bagi jamaah yang belum berhaji. 

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan, WNI yang ingin melaksanakan ibadah haji lebih dari satu kali tidak perlu dipersulit dengan cara memberatkan syarat-syaratnya. Indonesia secara tegas memperlakukan semua rakyatnya sama di hadapan hukum. Jika pemerintah membatasi ibadah haji, hal ini justru akan membatasi hak asasi manusia untuk melaksanakan ibadah. 

"Menolak permohonan untuk seluruhnya, kata Ketua MK Arief Hidayat, saat membacakan putusan di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (20/10). 

Menurut mahkamah, partisispasi masyarakat dalam pengembangan ibdaha haji sudah seusia dengan UUD 1945. Menimbang dalam mewujudkan akuntabilitas publik, Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 sudah mengedepankan asas manfaat. Oleh sebab itu, MK beranggapan, UU 13 tahun 2008 telah akuntabel. (Republika)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

datang berkunjung dan membaca artikel-artikel yang menarik