Senin, 16 Juni 2008

Tidak Ada Lagi Tradisi "Tawaf" di Pasar Seng

Bagi jamaah haji dari Indonesia, nama "pasar seng" di Mekkah, begitu melegenda. Jamaah asal Indonesia rata-rata dengan cepat dapat menunjukkan letak pasar tempat pusat oleh-oleh murah tersebut, termasuk sejumlah kiat menawarnya.

Tapi, jangan tanyakan "pasar seng" kepada penduduk setempat, mereka tidak bakal mengerti. Bahkan di peta pun, nama itu tidak ada. Nama itu hanya terkenal di kalangan jamaah Indonesia.

Hampir setiap musim haji, pasar yang terletak di salah satu sudut masjid Haram itu dipadati para jamaah, mulai pagi hingga tengah malam. Pasar hanya tutup untuk sementara ketika azan berkumandang untuk melaksanakan salat wajib.

Pasar yang dipadati pedagang dari berbagai bangsa itu memang strategis karena sangat dekat dengan masjid, bahkan ada bagiannya yang seolah menempel dengan bangunan masjid.

Jadi, banyak orang yang dapat beribadah di masjid sambil berbelanja untuk oleh-oleh bagi sanak keluarganya di tanah air.

Karena begitu terkenalnya kebiasan berbelanja itu, ada gurauan bagi jamaah haji Indonesia bahwa usai tawaf mengelilingi ka`bah ada tugas baru, yaitu "tawaf di pasar seng", alias berkeliling pasar untuk berbelanja. Namun, semua itu kini tinggal cerita.

Raja Arab Saudi Abdullah, selaku Penjaga Dua Kota Suci (Khadimul Haramaian), memutuskan untuk memperlebar halaman masjid seluas 300 ribu meter persegi untuk meningkatkan daya tampung.

Kebijakan itu mau tidak mau menggusur banyak bangunan, termasuk pasar, hotel, dan pusat belanja moderen.Pada Rabu (4/6) kawasan itu telah rata dengan tanah.

Alat-alat berat lainnya terlihat sibuk membersihkan puing-puing dan sebagian merobohkan bangunan bertingkat.

Pekerjaan itu dilakukan siang malam tanpa henti, sehingga banyak jalan masuk ke masjid yang ditutup. Debu-debu beterbangan, membuat para jamaah yang tengah melakukan umrah harus mempersiapkan masker.

Menurut cerita, sebutan "pasar seng" muncul karena dulunya toko-toko yang ada di sana beratapkan seng. Pasar itu telah ada sejak lama, konon telah ada sejak zaman Rasulullah SAW.

Aneka ragam barang dijual di pasar itu, mulai cendera mata, pedang untuk hiasan, pakaian, jam tangan, tasbih, parfum, minyak wangi, perlengkapan shalat seperti sajadah, kerudung, peci, buku, kaset, hingga makanan dan buah khas Arab Saudi. Barang-barang tersebut kebanyakan buatan China, Bangladesh, India, Turki, serta Mesir.

Seiring bergulirnya waktu, pamor "pasar seng" terus meningkat hingga ke mancanegara. Pasar itu menarik minat para pembeli dan pedagang dari negeri-negeri seberang, seperti Irak, Yaman, Mesir untuk berdagang sekaligus menunaikan ibadah haji.

Bagi jamaah haji Indonesia, pasar itu bukan hanya tempat mencari barang, karena aneka masakan khas Indonesia juga sangat gampang ditemui, seperti soto, sate, rawon dan yang cukup melegenda adalah "Bakso si Doel" yang selalu menjadi favorit jamaah Indonesia.

Sudah menjadi kebiasaan para jamaah haji untuk berbelanja dan makan di restoran yang menjual masakan Indonesia di sela menunggu salat berjamaah.


Diperluas

Proyek perluasan halaman Masjidil Haram seluas 300 ribu meter menggusur wilayah "pasar seng" dari sebelah utara sampai sebelah barat daya, yaitu Gazzah, Raqubah (Pasar Seng), Gararah, Falaq Syamia, dan Jabal Hindi.

Menurut Kementerian Urusan Kotapraja dan Pedesaan, seperti dikutip kantor berita Saudi KPA, proyek perluasan itu dinyatakan sebagai yang terbesar yang meliputi tempat parkir, perluasan tempat untuk Sa`i antara bukit Shafa dan Marwah, dan juga di areal bagian utara dan barat-laut Masjidil Haram.

Membludaknya jamaah haji dari seluruh dunia membuat pemerintah Arab Saudi harus berkali-kali melakukan renovasi. Lokasi pelemparan jumrah misalnya, yang semula hanya dua tingkat dan sering menyebabkan terjadi kecelakaan, direncanakan dibangun lima tingkat.

Tempat sa`i juga berubah, di samping tempat sa'i yang lama dibangun tempat sa`i baru tiga tingkat. Tempat sa`i yang lama dibongkar. Bukit kecil atau gundukan batu di Safa dan Marwah ditutup triplek dan diberi tanda bahwa tempat itu adalah Bukit Safa dan Marwa.

Sementara para pekerja terus bekerja siang malam untuk merapikan tempat Sa`i tersebut, termasuk memasang lampu-lampu baru, jamaah umrah terus memadati kawasan itu untuk melakukan Sa`i.

Di sejumlah sudut terdapat papan kecil bertuliskan permintaan maaf dengan berbagai bahasa atas ketidaknyamanan para jamaah karena proses pembangunan tengah berlangsung.

Sementara di luar masjid, alat-alat berat dan truk-truk pengangkut sirtu dan puing terus bekerja, sejumlah jamaah terlihat banyak yang berhenti sejenak untuk melihat pemandangan itu, bahkan ada yang berhenti lama di depan lokasi yang terkenal dengan "pasar seng" tersebut.

Hotel Sheraton, termasuk bangunan megah yang harus pindah akibat perluasan tersebut. Beberapa hotel akan mengalami nasib sama, antara lain Hotel Qurtuba, Hotel Zahret, Hotel Darkum, Hotel Talal, Hotel Firdaus Umrah, Hotel Firdaus Makkah, Hotel Sofitel, dan banyak lagi.

Sambil memandangi para pekerja yang disirami peluh, terngiang sapaan ramah para pedagang di "pasar seng" yang selalu memberi salam "Indonesia, apa kabar?"

Atau ciuman para pedagang sambil memuji "Indonesia, bagus," atau "Lihat-lihat, murah-murah." Tapi, tidak ada lagi jamaah yang sedang tawaf di "pasar seng". ( M Zarqoni Maksum /ts)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

assalamualaikum bung toto,

saya sudah sekitar 2 bulanan selalu mengikuti blog ini. Pada awal bulan Agustus insya allah saya akan menunaikan ibadah umroh tetapi saya masih khawatir pilihan saya atas suatu biro penyelenggara umroh akan salah karena begitu 'deras'nya informasi beberapa biro izin penyelenggaraan haji&umrohnya dicabut.

saya mohon bantuan informasi dari bung toto, apakah bung toto mengetahui biro penyelenggara mana yang sebaiknya saya pilih? saya tinggal di jakarta.

terima kasih, wassalamualaikum.

N.B:
mohon di-reply ke email saya saja di zalvin2003@yahoo.com