Sejak tahun 2015 lalu, pemerintah Arab
Saudi meminta agar Indonesia menjadi proyek percontohan (pilot project) sistem
e-hajj yang dibangun Arab Saudi. Disamping jemaah haji Indonesia adalah jemaah
terbesar di dunia juga memiliki sistem yang sudah berjalan dengan baik, yaitu
Siskohat.
Pemerintah Arab Saudi ingin memastikan seluruh jemaah haji dilayani
dengan baik dengan kepastian hotel, penerbangan, katering dan lainnya. Mereka
tidak menginginkan negaranya menjadi sorotan tajam negara Islam atas jemaah
bervisa habis dan tidak pulang kembali ke negara asal dengan tujuan tertentu
(over stay), karena memang hal itu bukan kekeliruan mereka dan tentu mau tidak
mau Arab Saudi akan mengocek kantong anggaran negaranya untuk memulangkan
jemaah over stay yang seharusnya bukan tanggungan negara penghasil minyak
tersebut.
Mengawinkan dua teknologi antar negara ini bukan pekerjaan ringan, namun
semua dapat dilakukan melalui Siskohat. Sebelum tahun 2013, perolehan visa
dilakukan hanya dengan melakukan input biodata calon jemaah haji kepada web
portal Kementerian Luar Negeri Arab Saudi MoFA (Ministry of Foreign Affairs),
dan selanjutnya di teruskan ke Kedutaan Besar (Kedubes) Arab Saudi. Visa
hajipun keluar.
2014, mekanisme ini berubah dengan penambahan scanner paspor atau Machine
Readable Travel Document (MRTD) untuk mengakses web portal MoFA, sehingga untuk
input primer data-data calon jemaah haji dilakukan secara otomatis dengan alat
MRTD tersebut, ini adalah embrio implementasi web service e-hajj. Visapun
keluar.
2015, input data calon jemaah haji tidak langsung ke portal MoFA, tetapi
terlebih dahulu melalui Kementerian Haji Arab Saudi MoHaj (Ministry of Hajj),
pararel dengan pelaksanaan input paket kontrak penerbangan, perumahan,
katering, transportasi, dll. Tanpa adanya pengisian paket-paket yang diwajibkan
oleh MoHaj tersebut, mustahil biodata calon jemaah haji yang sudah diinput
dalam web portal MoHaj akan di approved kemudian diteruskan ke MoFA hingga keluar
visa. Sempat terjadi persoalan terhadap visa namun segera cepat teratasi.
2016, penerapan e-hajj dalam percepatan visa dikuatkan. Sistem berjalan baik
sesuai dengan harapan. Percepatan ini didukung dengan perubahan sistem kluster.
Semula belum berklaster namun pada musim haji tahun ini pengurusan visa
diklasterisasi. Klaterisasi ini dalam mempermudah dan mempercepat keluarnya
visa. Visa jemaah haji yang akan berangkat pada gelombang pertama diurus lebih
awal dan selanjutnya secara paralel diurus juga visa jemaah haji yang akan
berangkat pada gelombang kedua.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Abdul Djamil Juli
lalu mengatakan bahwa proses pengurusan visa dilakukan sesuai dengan urutan
kelompok terbang (kloter) jemaah haji Indonesia. Hal itu dilakukan untuk
memastikan jamaah haji yang akan diberangkatkan pada kloter-kloter awal,
visanya bisa segera keluar.
Dan apa yang direncanakan sesuai dengan realisasinya. Sempat terjadi lagi
masalah terkait visa sehingga Kemenag kembali dikritisi. Padahal, tidak ada
persoalan dengan visa. Visa keluar sesuai dengan rencana, namun disebabkan
adanya jemaah haji yang menginginkan pindah kloter padahal visanya belum keluar
ditambah lagi karena terjadinya kesenjangan informasi antara petugas di lapangan
dengan jemaah mengakibatkan terjadinya masalah. Namun hal itu dapat segera
diatasi dengan cepat oleh Ditjen PHU.(indopos.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar